Senin, 26 Desember 2016

ANALISA CIVIL SOCIETY DI INDONESIA

Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE



KELOMPOK 4

ANALISA CIVIL SOCIETY DI INDONESIA
( Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Negara dan Masyarakat Sipil )
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHuqKDvjV-aRPQoTgQ-kbmNC1sfdTWHgWNfYNFiIovZtFR4439NrOGtKU6ux7D0NhFCJA92MLbm1YxgeF5ZS8AbagjzJ0bJlwNDQIgnXPJB7l26ZSNK1CLgivhgs33OUeiHf41rtvCCY4/s760/logouniversitas.gif
Disusun Oleh :
                Azwirullah                     : 130565201008
                Helia Putri Nurhayati  : 130565201106
                Iid Trianis                      : 130565201156
                Mohd Syahreza             : 140565201176

Dosen :
Kustiawan, M. Pol.,Sc

PROGRAM STUDY ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI (UMRAH)
SEMESTER VII
TAHUN 2016
  



Kata Pengantar
Assalaamu’alaikum wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, dan tidak lupa solawat beriring salam kita kepada Nabi besar Muhammad SAW, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah pada mata kuliah Negara dan Masyarakat Sipil.
Makalah dengan judul “ANALISA CIVIL SOCIETY DI INDONESIA” ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Negara dan Masyarakat Sipil yang diberikan oleh Bapak Kustiawan, M. Pol.,Sc.
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Kustiawan, M. Pol.,Sc selaku dosen Negara dan Masyarakat Sipil, terima kasih juga kami ucapkan kepada rekan-rekan yang telah membaca makalah ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini, dengan kerendahan hati Kami memohon maaf.
Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca sekalian.

                                                                                 Wassalaamu’alaikum wr. wb.
                                                               Tanjungpinang, 21 November  2016



                                                                                 Tim Penyusun


Daftar Isi

Kata Pengantar ……………….……………………………………………………..i
Daftar Isi ……………………………………………………………………………ii
BAB I  PENDAHULUAN
         A. Latar Belakang ……………..…………………………………………….1
         B. Rumusan Masalah ………………………………………………………..2
BAB II PEMBAHASAN
         A. Pola Hubungan Civil Society, Pemerintah (Negara), dan Sektor
               Swasta (Usahawan) ………………………………………………………3
         B. Konsep Civil Society Di Indonesia……...……………………………… ..5
         C. Paradigma dan Praktik Civil Society/ Masyarakat Madani di
               Indonesia …………………………………..……………………………...6
         D. Gerakan Sosial Masyarakat Madani (Civil Society)
               Di Indonesia ……………………………………..  ………………………9
BAB III PENUTUP
         A. Kesimpulan ………………………………………………………………11
         B. Saran ……………………………………………………………………..11
Daftar Pustaka …………………………………………….………………………iii

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.
Berbagai macam konsep oleh para ahli dari zamannya mengenai civil society, juga membuat semakin berkembangnya sudut pandang baru terhadap civil society oleh berbagai macam individu. Namun, yang paling berpengaruh dalam menginspirasi gerakan pro-demokrasi adalah mazhab Gramscian dan Tocquevillian di Eropa Timur dan Eropa Tengah pada dasawarsa 80-an.  Alexis de Tocqueville (1805-1859), seorang ahli politik dari Perancis yang memandang bahwa masyarakat sipil lah (civil society) yang menyebabkan kuatnya demokrasi. Menurut Tocqueville, civil society adalah salah satu sumber (selain kekuatan politik) kekuatan utama demokrasi Amerika menjadi kuat dengan rakyat yang bercirikan plural, mandiri dan kedewasaan berpolitik[1]. Pada dasarnya civil society adalah suatu kelompok masyarakat yang bersifat otonom atau independen, entitas yang mampu memajukan diri sendiri namun, memiliki kekuatan untuk mengintervensi kemapanan negara, agar negara itu sendiri berkembang dalam pengalaman rakyatnya. Sebagaimana ciri dari negara demokrasi yang dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Di Indonesia sendiri pada saat ini masyarakat sipil menjadi suatu pembicaraan yang belum pernah selesai oleh para kaum intelektual, tidak hanya perdebatan mengenai kekuatannya tetapi juga mengenai eksistensinya. Menurut Eissenstadt dalam Lipset sebagaimana dikutip oleh Afan Gaffar (2000: 180), masyarakat yang independen memiliki beberapa komponen yang meliputi: Otonomi, akses masyarakat terhadap lembaga negara, arena publik yang bersifat mandiri, dan terbuka. Sebagian besar masyarakat golongan menengah dan bawah belum menunjukkan hal yang demikian disebutkan di atas, dikarenakan pengetahuan politik yang awam dan cenderung apatis terhadap pemerintah, sehingga golongan masyarakat seperti buruh, tani, feminis hingga mahasiswa pun belum memiliki kekuatan untuk mengintervensi negara Indonesia yang masih melekat budaya patriarki nya saat ini.
Selain itu, dengan paduan konsep Tocqueville, Hannah Arendt dan Jurgen Habermas tentang ruang publik (Public Sphere), Dawam Rahardjo berpendapat bahwa dengan adanya ruang publik lah warga atau masyarakat dapat melakukan kegiatan secara merdeka. Bentuk dari ruang publik itu sendiri dapat muncul melalui adanya lembaga-lembaga sosial yang bersifat sukarela (volunteers), media massa, sekolah, partai politik sampai pada lembaga yang dibentuk oleh negara tetapi berfungsi sebagai lembaga pelayanan masyarakat.

B.     Rumusan Masalah.
1.      Bagaimana Pola Hubungan Civil Society, Pemerintah (Negara), dan Sektor Swasta (Usahawan) ?
2.      Seperti Apa Konsep Civil Society Di Indonesia ?
3.      Bagaimana Paradigma dan Praktik Civil Society/ Masyarakat Madani di Indonesia ?
4.      Apa Gerakan Sosial Masyarakat Madani (Civil Society) Di Indonesia?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pola Hubungan Civil Society, Pemerintah (Negara) , dan Sektor Swasta (Usahawan).
Pada era kontemporer, paradigma mengenai negara tidak lagi menggunakan state center di mana pemerintah lah yang mendominasi dalam melaksanakan segala sesuatu di dalam membangun negara. Paradigma lama tersebut memandang bahwa masyarakat adalah sebuah objek dan pemerintah lah yang ahli dalam mengatur negara. Namun, menurut Mansour Fakih (2001 : 52) saat ini paradigma tersebut telah berubah menjadi paradigma interpretasi, masyarakat menjadi subjektif yang dilibatkan perannya untuk membangun negara demi kesejahteraannya.
Dalam tatanan pemerintahan yang demokratis, masyarakat sipil salah satunya memperoleh peran yang utama. Hal ini didasari prinsip dari demokrasi itu sendiri, yakni kedualatan yang berada di tangan rakyat. Masyarakat sipil dalam mewujudkan cita-citanya harus mempunyai dasar semangat, wawasan, akal sehat dan rela berkorban. Dasar-dasar tersebutlah yang kemudian mewujudkan asosiasi-asosiasi dalam bentuk lembaga-lembaga sosial yang bersifat suka rela demi mencapai kebebasan penderitaannya.
Pemerintah merupakan representatif negara, yang memiliki kewenangan dalam membuat kebijakan selama masa jabatannya yang tertentu dalam negara demokrasi. Pemerintah Indonesia dapat dikatakan memiliki stereotip yang buruk bagi mayoritas masyarakat dikarenakan ketidakpeduliannya hingga arogansinya orang-orang berbaju dinas yang bekerja dalam suatu instansi, hal itu disebabkan sisa-sisa kebudayaan pada pemerintahan orde baru yang memiliki kedudukan paling tinggi dari dua komponen masyarakat dan sektor swasta. Sehingga untuk saat ini pemerintah harus bekerja keras dengan bentuk yang nyata dan cepat tanggap terhadap keluhan masyarakatnya.
Selain itu, peran sektor swasta tidak kalah penting dalam mewujudkan kesejahteraan. Sektor swasta lebih ditekankan pada aspek ekonomi dalam sebuah negara yang kemudian dinikmati oleh masyarakat. Sebagai suatu komponen yang berurusan dengan uang, maka tak dapat dihindari jika suatu ketika kedudukannya berada di atas demi kepentingannya sebagai kapitalis. Buruknya lagi adalah ketika negara dan sektor swasta bersekongkol atau istilah lainnya yakni kolusi, kedudukan mereka akan berada di atas secara sejajar sedangkan masyarakat berada di bawah dan semakin tidak berdaya.
Lantas, bagaimana untuk mewujudkan suatu kedudukan yang setara antara tiga komponen yang berpengaruh ini dalam mencapai tata pemerintahan yang baik? Menurut A. Ubaedillah dan kawan-kawan  (2008 : 201), agar suatu sistem dan tata cara mekanisme kepemerintahan berada dalam posisi seimbang, selaras, dan kohesif, dan kongruen di mana peran rakyat sangat menentukan dapat terjadi adalah dengan menempatkan komponen moral paling atas, sehingga moralitas dijadikan sebagai landasan dari tiga komponen masyarakat/rakyat, negara, dan sektor swasta dalam melakukan tindakan. Lanjutnya disebutkan, bahwa moral merupakan operasionalisasi dari sikap dan pribadi seseorang yang beragama. Dengan melaksanakan ajaran agama yang melekat pada pribadi-pribadi dalam ketiga komponen tersebut, maka moral masing-masing pelaku akan berperan besar dalam menciptakan tata kepemerintahan yang baik. (2008 :202).

B. Konsep Civil Society di Indonesia
Masyarakat sipil di Indonesia memilki banyak kesamaan istilah namun, dengan memiliki karakter dan peran yang berbeda antara satu dari yang lain. Dalam buku Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani (2008:193), untuk pertama kalinya istilah ‘masyarakat madani’ dimunculkan oleh Anwar Ibrahim, mantan wakil perdana Menteri Malaysia. Menurutnya, masyakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat.
Inisiatif dari individu dan masyarakat dapat dalam bentuk pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang-undang, dan bukan nafsu atau keinginan individu. Memang pada dasarnya jika didasarkan oleh hawa nafsu atau keinginan individu manusia cenderung mengabaikan akalnya, sehingga hal ini memicu terjadinya kekacauan dalam mencapainya. Selanjutnya menurut Anwar Ibrahim, masyarakat madani memiliki ciri yang khas yakni ; Kemajemukan budaya (multicultural), hubungan timbal balik (reprocity), dan sikap saling memahami dan menghargai.
Diambil dari gagasan oleh Anwar Ibrahim tersebut, Dawam Rahardjo mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses penciptaan peradaban yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama. Menurutnya, dalam masyarakat madani, warga negara bekerja sama membangun ikatan sosial, jaringan produktif, dan solidaritas kemanusiaan yang bersifat non-negara. Artinya, masyarakat madani merupakan lembaga atau kelompok yang bukan berada pada tuntutan pemerintah, melainkan suatu elemen yang mandiri atau independen dengan dasar solidaritas, dan kesamaan visi yang mampu memperkuat ikatan sosial di antaranya.
Sejalan dengan ide-ide di atas, menurut cendikiawan Nurcholis Madjid (2008:194), makna masyarakat madani berasal dari kata civility, yang mengandung makna toleransi, kesediaan pribadi-pribadi untuk menerima pelbagai macam pandangan politik dan tingkah laku sosial.
Dapat ditulis garis besarnya, bahwa civil society atau masyarakat madani merupakan suatu ruang ikatan antar warga negara, yang mandiri atau independen dengan landasan wawasan, semangat, intelektual ditambah visi dan misinya demi memperkuat solidaritas sebagai subjek yang intervensi kemapanan negara.

C. Paradigma dan Praktik Civil Society/ Masyarakat Madani di Indonesia.
Indonesia masih memiliki budaya sipil atau civic culture yang kuat. Organisasi tersebut yang berkembang pesat merupakan organisasi sosial dengan basis .keagamaan. Pada masa sebelum kemerdekaan, organisasi ini berperan dalam perjuangan penegakan HAM dan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial, seperti Sarekat Islam (SI), Nadlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah yang telah menunjukkan kiprahnya sebagai suatu komponen civil society yang penting pada masanya.
Ada tiga pandangan atau paradigma mengenai terwujudnya masyarakat madani (civil society) di Indonesia;
Pertama, paradigma integrasi nasional dan politik. Pandangan ini menyatakan bahwa sistem demokrasi tidak akan mampu berjalan dalam suatu kehidupan masyarakat jika masyarakat itu sendiri belum memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat. Tanpa kesadaran tersebut, akibatnya praktik berdemokrasi ala Barat ini hanya akan melahirkan kekacauan yang meliputi sosial, ekonomi, dan politik.
Kedua, pandangan reformasi sistem politik demokrasi, yakni pandangan yang menekankan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah terlalu bergantung pada pembangunan ekonomi. Dalam hal ini, pembangunan institusi-institusi politik yang demokratis lebih diutamakan oleh negara dibanding pembangunan ekonomi. Namun pada kenyataannya, model ini tidak menjamin demokrasi berjalan lancar, dikarenakan kegagalan demokrasi di banyak negara disebabkan tingkat kemiskinan warga negaranya.
Ketiga, Paradigma membangun masyarakat madani sebagai basis utama pembangunan demokrasi. Pandangan ini merupakan paradigma alternatif dari yang telah disebutkan sebelumnya, yang lebih menekankan proses pendidikan dan penyadaran politik warga negara, khususnya kalangan menengah. Secara teoretis, upaya pendidikan dan penyadaran politik kelas menengah dapat dianggap sebagai bagian dari proses penyadaran ideologis warga negara seperti yang disinggung oeh Gramsci (1891-1937).
Melalui pendidikan politik, diharpkan pula lahirnya suatu tatanan masyrakat yang mandiri secara ekonomi dan politik. Kemandirian mereka pada akhirnya akan melahirkan masyarakat madani (civil society) yang mampu melakukan kontrol terhadap hegemoni negara.
Menurut Rahardjo (2008:206), tentang masyarakat madani di Indonesia, masih merupakan lembaga-lembaga yang dihasilkan oleh sistem politik represif. Ciri kritisnya lebih menonjol daripada konstruktifnya. Mereka, menurutnya, lebih banyak menuntut daripada memberikan sumbangan terhadap pemecahan masalah, lebih banyak melakukan protes daripada mengajukan solusi.
Sependapat dengan Rahardjo, menurut AS. Hikam karakter masyarakat madani di Indonesia masih sangat bergantung kepada negara sehingga selalu berada pada posisi subordinat, khususnya bagi mereka yang berada pada strata sosial bawah.  Lanjutnya, menurut Hikam, dalam konteks pengembangan demokrasi dalam kenyataan ini merupakan tantangan mendesak untuk memperlancar proses demokratisasi.
Dapat dikatakan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia belum mampu menjalankan demokrasi dengan baik, dikarenakan dengan keterbatasan wawasan bagi kelas menengah dan bawah ditambah minimnya kontribusi bagi kelas menengah atas, menjadikan bibit-bibit masyarakat madani tadi menjadi manja atau bisa dikatakan pasrah terhadap kebijakan pemerintah yang tidak memenuhi kebutuhan mereka.
Mahasiswa merupakan salah satu komponen strategis bangsa Indonesia dalam pengembangan demokrasi dan masyarakat madani. Perannya dalam menumbangkan rezim otoriter seharsunya ditindaklanjuti dengan keterlibatan mahasiswa dalam proses demokratisasi bangsa dan pengembangan masyarakat madani di Indonesia. Sebagai kelas menengah, mahasiswa mempunyai tanggung jawab dan tugas terhadap masa depan masyarakat madani, sikap dan tanggung jawab itu seharusnya dapat diwujudkan dengan pengembangan sikap-sikap demokratis, toleran, dan kritis, sikap maupun cara-cara mewujudkan hal tersebut tidak hanya pada saat menjalankan Kuliah Kerja Nyata saja, tetapi dalam prilaku sehari-hari.

D. Gerakan Sosial Masyarakat Madani (Civil Society) Di Indonesia.
            Iwan Gardono (2008:208), mendefinisikan gerakan sosial sebagai aksi organisasi atau kelompok masyarakat sipil dalam mendukung atau menentang perubahan sosial. Pada dasarnya perubahan sosial akan terus terjadi dengan sifat sosial manusia yang dinamis. Artinya perubahan sosial akan selalu ada cepat atau lambat, bergantung pada kesadaran yang segera ditindak yang dilakukan oleh suatu komponen atau individu. Ambil contoh sederhananya adalah buruh, buruh pada awalnya merupakan pekerja yang melaksanakan kewajibannya di bawah industri kapitalis. Dikarenakan kesadaran para buruh yang timbul, maka semangatnya untuk mencapai kemerdakaan dapat dilaksanakan walaupun tidak berakhir bahagia. Setidaknya, hal tersebutlah salah satu contoh kekuatan oleh masyarakat jika adanya solidaritas dan integritas demi kesejahteraannya.
Keberadaan masyarakat madani tidak terlepas dari peran gerakan sosial, gerakan sosial dapat dipadankan dengan perubahan sosial atau masyarakat sipil yang didasari oleh pembagian tiga ranah, yaitu negara (state), perusahaan atau pasar, dan masyarakat sipil. Berdasarkan pembagian ini, maka terdapat gerakan politik yang berada diranah negara dan gerakan ekonomi. Pembagian ini telah dibahas juga oleh Sidney Tarrow yang melihat political parties berkaitan dengan gerakan politik, yakni sebagai upaya perebutan dan penguasaan jabatan politik oleh partai politik melalui pemilu, gerakan ekonomi berkaitan dengan lobby dimana terdapat upaya melakukan perubahan kebijakan publik tanpa harus menduduki jabatan politik tersebut.
Berdasarkan pemetaan diatas, secara empiris ketigaya dapat saling bersinergi, pada ranah negara dapat menjadi beberapa gerakan politik yang dilakukan oleh parpol dalam pemilu yang mengusung masalah yang juga didukung oleh gerakan sosial. Sebagai contoh gerakan sosial oleh masyarakat sipil seperti mereka yang pro atau anti Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) mempunyai kaitan dengan kelompok atau parpol di ranah politik maupun kelompok bisnis pada sisi yang lain.
Sebagai contoh Gerakan massa 411 yang baru- baru ini terjadi menuntut agar Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok diproses hukum karena diduga melakukan Penistaan Agama, selanjutnya di sampaikan langsung oleh Habib Rizieq selaku perwakilan dari GNPF MUI, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI melakukan pertemuan dengan sejumlah tokoh umat islam, dan hasil dari pertemuan itu salah satunya adalah di sepakatinya keputusan Aksi Damai bela islam yang di rencakan akan di laksanakan pada hari Jum’at tanggal 2 Desember, keputusan ini di lakukan karena Ahok yang sudah menjadi tersangka namun tidak di tahan.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan.
Dapat kita pahami bahwa makna dari civil society itu adalah suatu  masyarakat yang begitu partisipasi atas system demokrasi dan menjunjung tinggi hak asasi orang lain. Hal tersebut sesuatu yang baik, yang apabila suatu parlemen (pemerintahan) belum bisa, bahkan tidak bias menegakan system demokrasi dan  hak asai manusia.. Di sinilah kemudian civil society menjadi alternatif pemecahan dengan pemberdayaan dan pnguatan daya kontrol masyarakat terhadap kebijakan – kebijakan pemerintah yang pada akhirnya terwujud kekuatan masyarakat sipil yang mampu merealisasikan konsep hidup yang demokrasi dan menghargai hak asaai manusia.      Terjaminnya mutu perekonomian, lengkapnya fasilitas dunia pendidikan, terbukanya masyarakat dalam memberikan suatu kritikan terhadap pemerintah dan bertaqwa kepada Sang  Kholiq, merupakan faktor – faktor yang dapat membangun masyarakat madani di Indonesia.
B.     Saran.
Wujudkan masyarakat madani di negeri kita yang tercinta ini yaitu Indonesia. Yakni melalui peningkatan kualiatas sumber daya manusia, potensi, perbaikan sistem ekonomi, serta menerapkan budaya zakat, infak, dan sedekah. Insya Allah dengan menjalankan syariat Islam dengan baik dan teratur kita dapat memperbaiki kehidupan bangsa ini secara perlahan.





Daftar Pustaka
Ubaedillah A. 2008, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani
Mansour Fakih. 2002, Runtuhnya Teori Pembangunan Globalisasi
Afan Gaffar. 1999, Politik Indonesia : Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar